Sunday, March 20, 2011

Debat Abu Hanifah dengan Ilmuan Kafir

i want to share my reading's story book with you..
kisah berikut ini adalah sebuah kisah dari Imam Abu Hanifah. Pada zaman itu, terdapat seoarang ilmuan besar yang sangat terkenal. Sayangnya ilmuan berbangsa Rom ini adalah seoarang ateis dan menolak mentah-mentah kewujudan Tuhan.
 Ketika itu, para ulama hanya berdiam diri dan tidak berusaha untuk menyedarkan si ilmuan tersebut.Tentu sahaja tidak semua ulama yang berdiam diri, masih ada yang peduli dengan keadaan itu. hal ini boleh mendatangkan bahaya jika dibiarkan si ilmuan mempengaruhi akidah umat. Ulama yang dimaksudkan adalah guru Abu Hanifah yang bernama Hammad.
 Pada suatu hari, orang ramai sudah berkumpul di sebuah masjid. Si ilmuan naik ke mimbar dan menentang sesiapa yang sahaja yang mahu berdebat dengannya. Ada maksud tersembunyi di sebalik tentangan itu. Sesungguhnya, dia bermmaksud menjatuhkan para ulama dengan perdebatan-perdebatan yang rasional.
 Si ilmuan semakin bongkak, apalagi setelah tentangannya tidak bersambut. Dia menyangka semua ulama itu pengecut sehingga tidak ada seorang pun yang berani menyambut tentangannya. Hal ini semakin diperkuat dengan suanana di dalam masjid yang tiba-tiba menjadi hening. Beberapa orang saling berpandangan, ada pula yang mengarahkan pandangan ke deretan paling hadapan di tempat duduk beberapa ulama.  
 dari kebanyakan hadirin, ada seorang pemuda yang berasa meluat melihat kesombongan si ilmuan. Namun, dia berusaha menahan diri, barangkali ada seorang ulama senior yang berani tampil menghadapi tentangan itu.
 Sang pemuda menunggu lama. Setelah yakin tidak ada yang mahhu tampil ke hadapan, barulah dia berdiri dan melangkah menuju ke mimbar.
 "Saya Abu Hanifah, bersedia untuk berdebat denganmu," kata sang pemuda sambil memperkenalkan diri.
Semua mata hadirin tertumpu pada Abu Hanifah. Mereka berasa hairan melihat keberanian pemuda itu. Beberapa orang memberikan tabik agung pada Abu Hanifah, manakala si ilmuan sendiri merasa hairan melihat keberanian Abu Hanifah. Akan tetapi, kebanyakan hadirin bersikap sinis terhadap Abu Hanifah dan merendah-rendahkan kemampuannya. Ada pula yang mempersoalkan motif Abu Hanifah tampil kehadapan. Apakah sekadar hanya menonjolkan diri atau mencari populariti?
 wajah Abu Hanifah tetap tenang. Beliau tidak terpengaruh oleh pelbagai bisikan yang ada termasuk yang bernada sinis sekali pun. Sikap Abu Hanifah sangat rendah diri. Dia menahan diri untuk berbicara kerana masih terlalu muda, sementara di dalam masjid masih ada beberapa ulama senior. Dia sendiri berharap ada seorang ulama senior yang mahu menyahut tentangan si ilmuan. Sayangnya, tidak ada seorang pun dari mereka yang mahu naik ke mimbar.

 " Silakan Tuan yang memulakan persoalan," ujar Abu Hanifah mempersilakan ilmuan itu dengan sopan.

" Baiklah, soalan pertama. Pada tahun berapakah Tuhan kamu dilahirkan?" tanya ilmuan kafir.

" Allah tidak melahirkan dan tidak dilahirkan," jawab Abu Hanifah.

"Hmm, masuk akal jika dikatakan Allah tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan. Lalu pada tahun berapa Dia ada?"

"Dia ada sebelum segala sesuatu ada," tegas Abu Hanifah.

" Boleh berikan contoh yang konkrit mengenai hal ini?"

" Tuan tahu tentang perhitungan?" Abu Hanifah kembali bertanya.

" Iya, saya tahu."

" Apakah angka sebelum angka satu?"

" Tidak ada,"jawab ilmuan kafir

"Tidak ada angka lain yang mendahului angka satu. Lalu, mengapa Tuan hairan bahawa sebelum Allah itu tidak ada sesuatu pun yang mendahuluinya?"

"Baiklah. Sekarang, di mana Allah berada? Sesuatu yang wujud pasti memerlukan tempat, bukan?"lanjut si ilmuan.

"Tuan tahu bentuk susu?"tanya Abu Hanifah.

"Iya, saya tahu,"jawab si ilmuan.

"Apakah di dalam susu itu terdapat keju?"

" Ya, sudah tentu."

" Kalau begitu, cuba tunjukkan di mana tempat keju itu sekarang?"

"Jelasnya tidak ada tempat yang khusus. Keju itu bercampur dengan susu di seluruh bahagiannya,"jawab si ilmuwan dengan bersemangat.

" Sekarang, keju sahaja tidak mempunyai tempat khusus di dalam susu. Tuan tidak sepatutnya meminta saya untuk menunjukkan tempat di mana Allah berada."

"Tolong jelaskan Zat Allah. Apakah wujud Allah itu benda padat seperti batu, benda cair seperti susu ataukah seperti gas?"

"Tuan pernah mendampingi orang sakit yang akan meninggal dunia?"
" Pernah"
"Awalnya, bukankah orang sakit itu dapat berkata-kata dan dapat menggerakkan anggota badannya?"
"Ya, memang begitulah keadaanya."
" Tetapi, kenapa tiba-tiba orang yang sakit itu diam tidak bergerak?Apakah yang menyebabkan hal itu?"
"Itu kerana roh orang itu telah berpisah dari jasadnya."
"Sewaktu roh itu keluar, apakah Tuan masih berada di sana?"
"Saya masih berada di sana."
" Cuba jelaskan, apakah roh itu orang tersebut atau adalah sesuatu benda yang padat,cair atau gas?"
"Wah kalau soalan itu saya tidak tahu jawapannya."
" Tuan sendiri tidak dapat menerangkan bentuk roh,apalagi saya harus menerangkan Zat Allah yang menciptakan roh."
" Lazimnya,sesuatu itu mempunyai arah. ke manakah Allah menghadapkan wajah-Nya sekarang?"tanya si ilmuwan lagi.
"Apabila tuan menyalakan lampu, ke arah manakah cahaya lampu itu menghadap?"
"cahayanya menghadap ke semua arah."
"Lampu yang buatan manusia saja seperti itu,apalagi dengan Allah Sang Pencipta alam semesta. Allah adlah cahaya langit dan bumi."
"Ada awal dan ada akhir. Seseorang masuk syurga itu ada awalnya, tetapi kenapa tidak ada akhirnya? Mengapa syurga dan para penghuninya itu kekal abadi?"kata si ilmuwan melanjutkan pertayaannya.
"Untuk hal itu, tuan boleh membandingkannya dengan perhitungan angka.Angka itu ada awalnya tetapi tidak ada akhirnya."
"Jadi bagaimana pula para penghuni syurga itu makan dan minum tanpa buang hajat?"
Ini pernah tuan alami sewaktu di dalam rahim ibu.Selama sembilan bulan tuan makan dan minum tanpa pernah buang hajat.Tuan membuang air besar dan membuang air kecil beberapa saat setelah dilahirkan ke dunia."
Tolong jelaskan, bagaimana kenikmatan syurga itu boleh terus bertambah tanpa ada habisnya!"
"Ada banyak hal yang seperti itu di dunia.Misalnya ilmu. Ilmu tidak akan habis atau berkurang ketika dimanfaatkan, malah semakin bertambah."
"Jika segala sesuatu sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, lalu apakah pekerjaan Allah sekarang?"
"Sejak tadi tuan menjawabpertanyaan saya dari atas mimbar sedangkan saya hanya menjawab atas lantai masjid ini. Kali ini untuk menjawab pertanyaan tuan, saya mohon tuan turun dari mimbar. Saya akan menjawab pertanyaan tuan tadi di atas mimbar."

kemudian, si ilmuan turun dari mimbar sementara itu Abu Hanifah naik ke mimbar.

" Saudara-saudara, dari atas mimbar ini saya akan menjawab pertanyaan tadi.Boleh tuan ulangi pertanyaan tadi?"tutur Abu Hanifah setelah berada di atas mimbar masjid.
"Apakah pekerjaan Allah sekarang ?"kata ilmuwan menyebutkan inti pertanyaannya.
" Pekerjaan Allah tentu sahaja ada perbezaan dari pekerjaan makhluk.Ada pekerjaan-Nya yang dapat dijelaskan, dan ada yang tidak dapat dijelaskan. pekerjaan Allah sekarang adalah menurunkan orang kafir seperti tuan dari atas mimbar, kemudian menaikkan seorang mukmin ke atasnya. Seperti itulah gambaran pekerjaan Allah setiap waktu."

Akhirnya hadirin di dalam masjid merasa puas dengan jawapan-jawapan Abu Hanifah. Jelas, mudah, tegas, dan mudah difahami, bahkan oleh orang awam sekali pun....

alhamdulillah...inilah kekuatan fahaman akidah seorang muslim yang dapat dijadikan renung2an dan adakah kita mampu menjawab jika nanti ada yang akan bertanya ....( insyaallah) #_#

2 comments:

  1. ana tunggu..em ana nk tnya...apa pendekatan yg sesuai untuk kita menegur seseorang yg agk rapat dengan kita..menegur dlm erti kata membetulkan kesilapan nya..sememangnya kita sendiri pun lemah dn ada bnyak kekurangan,jadi mcm mana nk tegur dia secara berhikmah agar dia tidak trsinggung dn jauh hati nga kita,tq

    ReplyDelete